JUDUL BUKU: Leadership Secrets of Gus Dur-Gus Miek (Rahasia mengelola Potensi diri Untuk Menjadi Pemimpin yang Dicintai)
PENULIS: M. N. Ibad
PENERBIT: Pustaka Pesantren
CETAKAN: I, Desember 2010
TEBAL: 217 Halaman
Pemimpin Ideal ala Gus Dur-Gus Miek*
Siapa tak kenal dengan sosok Gus dur dan Gus miek? Hampir pasti seluruh rakyat indonesia mengenal mereka berdua. Hanya saja untuk Gus miek mungkin tidak sepopuler Gus dur. Sebab, sepak terjang gus miek sendiri masih berada di wilayah lokal saja, yakni wilayah jawa. Sementara, Gus dur yang merupakan salah satu mantan presiden republik Indonesia ini berkiprah di tingkat nasional, bahkan internasional. Maka, wajar jika tingkat popularitas mereka berdua berbeda.
Gus dur dikenal sebagai sosok kontroversial. Berbagai macam bentuk pemikiran nyleneh acapkali dimunculkannya. Beberapa bentuk kebijakan yang “tidak wajar” pernah dilakukannya sewaktu menjabat sebagai ketua umum PBNU maupun Presiden. Hal inilah yang kemudian menjadikannya dikenal sebagai figur kontroversial, nyleneh sekaligus misterius. Sikap toleransinya yang amat tinggi terhadap perbedaan serta kepeduliannya yang begitu besar terhadap kaum minoritas, membuat ia disebut sebagai “Bapak Pluralisme”.
Sementara Gus miek dikenal sebagai kyai nyleneh, kyai jadzab –sebuah istilah dalam disiplin ilmu tasawuf yang diperuntukkan bagi orang yang “gila tuhan”- sekaligus penuh teka-teki. Ia adalah pendiri majlis mujahadah “Jantiko Mantab”. Sepak terjang dakwahnya dianggap tidak lazim. Ia acapkali pergi ke tempat-tempat maksiat, mulai dari club-club malam, markas perjudian hingga lokalisasi.
Terlepas dari kenylenehan mereka berdua, yang jelas sampai detik ini mereka dianggap sebagai sosok pemimpin yang berhasil dan dicintai para pengikutnya. Ini membuktikan bahwa tingkat keberhasilan seseorang dalam memimpin umat maupun rakyat tidak harus dilakukan dengan langkah-langkah yang dianggap wajar di mata mayoritas masyarakat, namun gaya kepemimpinan yang dianggap “nyleneh”pun terbukti mampu mencapai apa yang disebut sebagai sebuah keberhasilan, walaupun tingkat keberhasilan kepemimpinan mereka berdua belum final.
Buku berjudul “Leadership Secrets of Gus Dur-Gus Miek”, karya M. N. Ibad ini, setidaknya telah sedikit mengungkap rahasia dibalik kepemimpinan cemerlang dari dua sosok besar yang selama hidupnya acapkali disalahpahami dan dianggap kontroversial ini.
Dalam kepemimpinannya, Baik Gus dur maupun Gus miek dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya sama-sama menyadari pentingnya sebuah perjuangan. Keduanya mempunyai anggapan bahwa sebuah keberhasilan tidak akan pernah bisa diraih hanya dengan duduk berpangku tangan mengandalkan status sebagai putra kyai atau pejabat penting. Mayoritas orang beranggapan bahwa keberhasilan Gus dur adalah pencapaiannya sebagai pemimpin NU dan mampu menjadi seorang presiden. Sementara, keberhasilan Gus miek adalah mampu membesarkan majlis mujahadah “Jantiko Mantab” dan “Dzikrul Ghafilin”. Namun, sebenarnya pencapaian utama mereka berdua bukanlah itu, tetapi kecerdikan keduanya dalam menumbuhkan prinsip pluralisme dalam bermasyarakat. Pencapain tersebut bersendi pada perjuangan yang tak kenal lelah. Prinsip berjuang tiada henti inilah yang kemudian mampu menjadikan seseorang sebagai pemimpin besar yang dikenang sepanjang masa.
Selain butuh perjuangan ekstra, untuk menjadi pemimpin sukses ala Gus dur-Gus miek, seorang pemimpin diharuskan mempunyai jiwa patriot, rela berkorban demi umat maupun rakyat. Kenyataan pahit yang terjadi di negeri kita ini adalah sebaliknya. Sampai saat ini masih banyak ditemukan pejabat-pejabat yang rakus. Mereka tidak mempunyai jiwa patriotisme dalam memperjuangkan hak-hak rakyat, tetapi justru menyengsarakan rakyat. Korupsi pejabat masih sangat merajalela. Ini membuktikan, bahwa para pemimpin-pemimpin kita masih banyak yang miskin akan jiwa leadership.
Sebagai seorang pemimpin, baik Gus dur maupun Gus miek rela mengorbankan tenaga, harta benda, ruang, waktu, maupun keluarga demi rakyat yang dipimpinnya. Bagi keduanya, kepentingan umat adalah kepentingan utama yang harus didahulukan dari pada kepentingan pribadi maupun keluarga. Keduanya tidak pernah merisaukan uang maupun kehormatan. Gus miek bahkan rela mengorbankan harta bendanya demi menarik minat seorang preman maupun seorang PSK agar mau mengikuti bimbingannya. Tercatat, di sepanjang hidup Gus miek hingga beberapa hari pasca wafatnya, istri dan anak-anaknya hidup dalam serba kekurangan untuk sebuah keluarga agung yang menjadi panutan ribuan umat. Demikian juga Gus dur, masa-masa manis sebuah keluarga hanya terjadi di jombang sebelum ia menjadi seorang pemimpin. Sejak Gus dur menduduki posisi puncak NU, waktu untuk keluarganya terbilang minim. Ia sibuk pergi ke sana kemari demi memperjuangkan rakyat yang dipimpin.
Salah satu prinsip penting yang harus ada dalam setiap pemimpin adalah harus berani mengambil keputusan secara tegas, meskipun reputasinya hancur dimata mayoritas. Sikap inilah yang pada gilirannya menjadi ciri khas gaya kepemimpinan Gus dur dan Gus miek. Keduanya tidak menghiraukan adanya suara-suara sumbang dari masyarakat yang meremehkan akan keputusannya. Keduanya tidak gentar dan tetap menjalankan keputusan yang sudah dianggap benar.
Itulah sedikit gambaran gaya kepemimpian Gus dur-Gus miek yang tercover dalam buku ini. Dengan gaya bahasanya yang khas, penulis mampu membuat pembaca untuk memahaminya secara mudah. Namun, sayangnya dalam buku ini terlihat sekali unsur subyektifitas penulis yang juga sebagai fans berat Gus miek. Penulis tampak begitu fanatik terhadap kedua tokoh tersebut. Terlepas dari kekurangannya, Buku ini sangat layak untuk dibaca siapa saja yang haus akan wawasan kepemimpinan. Dengan membaca buku ini, diharapkan muncul generasi penerus Gus dur-Gus miek yang mempunyai jiwa kepimimpinan tangguh.Semoga. Wallahu A’lam bis Shawab.
*Diterbitkan dalam harian Duta Masyarakat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar