Rabu, 06 Juli 2011

Cinta dan Isim Mu'rab


Cinta dan Isim Mu’rab
Semua pernah mencintai. Semua juga pernah dicintai. Tuhan pun demikian. Dia mencintai dan dicintai. Terlebih manusia, ia juga mengalami proses mencinta dan dicinta. Semua sama. Yang membedakan adalah kadar masing2 cinta. Adakalanya berkadar tinggi, adakalanya berkadar sedang, adakalanya pula berkadar rendah. Tergantung situasi dan kondisi. Dalam kondisi tertentu seorang  memungkinkan untuk mencintai sepenuh hati. Namun pada saat tertentu juga seorang akan mencintai dengan setengah hati saja. Cinta itu fleksibel,  elastis tidak kaku, statis dan jumud. Perubahan kadar cinta berdasar perubahan situasi dan kondisi. Jika dalam teori yurisprudensi Islam dikenal adagium “Taghayyurul ahkam bi taghayyuril azminah wal amkinah” (perubahan hukum berdasarkan perubahan waktu dan kondisi), maka tak berlebihan jika dalam konsep percintaan perlu dideklarasikan adagium semacam itu “Taghayyurul mahabbah bi taghayyuril azminah wal amkinah” (perubahan kadar cinta berdasar perubahan waktu dan kondisi”.
            Cinta itu mirip iman yang mengalami pasang surut, Qad yazidu wa yanqush. Betapapun manusia dituntut untuk selalu mempertebal iman, tetapi toh pada kenyataannya terkadang iman seseorang itu tebal, terkadang pula tipis. Ini keniscayaan, tak bisa dielak, tak dapat dipungkiri. Saat seorang begitu semangat dalam menjalankan perintah Tuhan, saat itu pula imannya bertambah yang berarti pula kadar cintanya terhadap tuhan meningkat. Sebaliknya, saat seorang melanggar perintahNya, maka saat itu juga imannya berkurang yang pada saat bersamaan cintanya terhadap Tuhan cenderung menurun.
            Elatisitas cinta yang acapkali dialami seseorang ini seperti elastisitas isim mu’rab, yakni isim yang selalu berubah berdasarkan amil (faktor) yang mempengaruhinya. Suatu isim dibaca rafa’ jika  terdapat amil yang merafa’kannya. Pun demikian, jika terdapat amil nashab, khafadl ataupun jazm, isim itu akan ‘berganti baju’ sesuai dengan amil masing-masing.
Pada saat tertentu seseorang akan megalami rasa cinta yang begitu luar biasa. Cinta ‘sejati’. Cinta ‘mati’.Pada taraf ini cinta mampu mencapai titik klimaks. Pecinta berada dalam posisi teguh, yakin dan merasa mantap (Jazm) dengan cinta  yang dialaminya, namun di saat yang lain, cinta bisa jadi turun pangkat. Ia perlahan mulai luntur. Pada saat inilah cinta berada dalam posisi terendah (khafadl). Terkadang cinta juga berubah menjadi tegak (nashab), lurus, ia tak mau lagi berpaling ke cinta yang lain. Saat itulah cinta perlahan naik pangkat dengan berubah menjadi cinta tingkat tinggi (rafa’) sebelum akhirnya naik ke maqam jazm. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar