Perjuangan Meraih Gelar Sarjana
Hari itu tepat hari kamis tanggal 11 maret 2010 yang merupakan salah satu hari penting dalam perjalanan hidupku. Pada hari itu aku mempertanggungjawabkan keilmuan akademikku di hadapan para pendekar-pendekar intelektual. Mereka menguji kesaktianku. Ya, hari itu aku ujian munaqasyah, setelah sebelumnya aku berjuang mati-matian untuk mendapatkan acc dari para pembimbing skripsi. Selama hampir dua bulan lebih kufokuskan perhatian hidupku pada sebuah tugas yang bernama skripsi, sebuah tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk dapat menyandang gelar sarjana. Gelar sarjana yang bagiku hanyalah sebatas symbol belaka, bukan substansi yang hanya bernilai “agak penting” bukan “sangat penting”, sebab saat ini banyak sarjana yang bukan “sarjana” sesungguhnya atau dalam bahasa kasarku mereka itu sarjana yang berotak tempe. Mereka menyandang gelar sebatas formalitas. Yang ada dalam otak mereka hanyalah kerja, kerja dan kerja. Kuliah yang mereka jalani hanya untuk kerja bukan ilmu., padahal fungsi utama dari kuliah sendiri bagiku adalah mencari ilmu dan yang paling penting adalah mengamalkan apa yang diperoleh dibangku kuliah, meskipun salah satu media pengamalan ilmu itu adalah dengan kerja.
Perjuanganku untuk dapat meraih gelar itu berawal dari pengajuan judulku yang kemudian di acc oleh pembimbing akademikku, Dr. H. Malik Madani M.A. Selanjutnya judul itu aku ajukan ke pak Kajur, tanpa basa-basi kajur pun memberikan acc judulku. Judul skripsi itu adalah “Kedudukan Qaul sahabat dalam Istinbat Hukum Islam, Studi Komparasi pemikiran Ibnu Hazm dan Wahbah az-Zuhaili), sebuah judul yang cukup menarik walaupun tidak terlalu ideal. Aku sangat tertarik dengan judul itu, sebab pembahasan yang hendak aq kaji dalam skripsi itu jarang diangkat sebagai tema karya ilmiah.
Setelah mendapat acc judul, Pak kajur kemudian menetapkan pembimbing skripsiku. Ketika aku membaca surat penetapan pembimbing, aku kaget setengah hidup, ternyata dosen pembimbing 1 ku adalah Drs.Fuad Zein, M.A, yang terkenal killer, jarang senyum, selalu mempersulit dalam bimbingan dan mahal dalam memberi nilai mahasiswa. Tanpa pikir panjang lagi, aku melakukan sedikit complain pada kajurku itu. Aku meminta pada beliau agar mengganti pembimbing 1 ku, Namun apa daya, permintaanku itu ditolak. “Ya dicoba dulu..” begitu kata pak kajur padaku. Dengan wajah lesu dan tertunduk bak tentara yang baru saja kalah perang, aku keluar dari kantor TU. Ya mau bagaimana lagi, aku harus menjalani bimbingan skripsi dengan dosen itu.
Aku mulai mengerjakan proposalku. Dari sini kendala kecil muncul, aku bingung. Dengan apa aku harus mengerjakan proposal itu? Waktu itu, aku belum punya computer sebagai sarana utama dalam pengerjaan skripsiku. Di sekitar tempatku sudah sangat jarang ditemukan rental computer, mungkin karena sudah banyak mahasiswa yang telah memiliki computer sendiri atau laptop. Setelah sedikit berfikir, aku putuskan untuk “nunut” ngetik di kos salah seorang teman kampusku yang juga teman sekelasku waktu aku studi di Jombang. Faktor inilah yang kemudian menjadikan aku dan dia lebih akrab dibanding dengan teman-teman yang lain. Akhirnya dengan senang hati, ia mempersilahkan aku untuk menggunakan komputernya.
Hari-hari pertamaku saat mengerjakan proposal terasa begitu berat. Yah..memang inilah tantangan terbesar bagi seorang mahasiswa semester akhir yang sedang menyelesaikan skripsi. Rasa malas selalu muncul setiap saat. Aku pun sering mencari-cari pembenar atas kemalasanku itu, meskipun kadang-kadang alasan pembenarku itu terlalu mengada-ada dan terkesan dipaksakan. Aku selalu mengkambinghitamkan “sibuk” sebagai apologiku. Aku sibuk dengan seabrek kegiatanku di pondok. Sebenarnya alasan sibukku itu sulit untuk diterima. Sesibuk apapun seseorang jika ia pandai mengatur waktu, maka semua aktivitas maupun tugas akan berjalan lancar.
Segala upaya telah aku lakukan untuk melawan rasa malas itu. Perlahan namun pasti, akhirnya virus malas itu bisa sedikit aku kalahkan, meski tidak semua virus itu aku babat habis. Dengan modal semangat itulah, kupaksakan jari-jari tanganku untuk menyusuri tombol-tombol abjad yang ada di keyboard computer milik temanku demi sebuah skripsi. Ya, skripsi yang menjadi salah satu syarat untuk meraih gelar sarjanaku.
Setelah kurang lebih 2 minggu, akhirnya proposal skripsiku selesai. Segera aku copy hasil ketikan proposal itu ke flashdiskku, selanjutnya aku print file itu ke salah satu rental yang berada di pondok tempat aku berdomisili.
Selang sehari, aku berangkat ke kampus melaju bersama motor kesayanganku, Honda legenda 2003 yang selalu setia menemaniku setiap kali aku beraktifitas di luar. Motor itu jauh-jauh aku bawa dari tanah kelahiranku, Lamongan ke kota keduaku, jogja. Setibanya di kampus, aku langsung menuju gedung rektorat lama untuk menemui pembimbing I ku. Kujelajahi anak tangga satu persatu, hingga akhirnya aku sampai di depan ruang pembimbing. Aku pun meminta izin terlebih dahulu pada asisten pembimbing untuk bisa bertemu dengannya. Ia pun mengizinkan aku. Tanpa bertele-tele, aku langsung mengutarakan maksudku pada beliau. Intinya aku minta pada beliau untuk memberikan acc proposalku dan beliau pun langsung membubuhkan tanda tangannya di cover proposalku. Memang untuk proposal, biasanya para pembimbing skripsi langsung memberikan acc, untuk revisinya umumnya dikerjakan setelah selesai seminar. Praktis, aku pun tidak mengalami kesulitan berarti untuk mendapatkan acc dari pembimbing I.
Setelah sukses mendapat acc dari pembimbing I, aku langsung menuju gedung Fakultas Syari’ah untuk menemui pembimbing II, tentu tujuan utamaku adalah untuk meminta acc dari beliau. Berdasarkan pengalaman dari kakak kelas, rata-rata pembimbing II tidak sesulit pembimbing I, semuanya dipermudah, sebab bimbingan inti berada di tangan pembimbing I. Ternyata rumor itu benar adanya. Aku tidak kesulitan untuk meminta acc dari pembimbing I.
Tanggal……………..adalah hari di mana proposal skripsiku diseminarkan. Tidak banyak teman yang menghadiri. Hanya sekitar 5 orang mahasiswa. Memang, di Fakultas Syari’ah seminar dihadiri 5 orang adalah hal wajar, bahkan boleh dibilang itu sudah lebih baik, sebab banyak di antara teman-temanku yang seminar dan dihadiri 3 orang saja sebagai pembahas. Para pembahasku terdiri dari teman pondok dan teman kampus. Meskipun hanya dihadiri beberapa gelintir mahasiswa, seminarku berjalan lancar. Semua pembahas mengajukan pertanyaan, kritik dan komentar pada proposal yang aku buat. Selama kurang lebih satu jam, akhirnya pembimbing 1 ku yang juga memimpin seminar menutup forum. Beliau langsung menyodorkan lembaran kertas yang berisi catatan-catatan kekurangan yang harus kuperbaiki.
Rintangan pertama sudah kulalui, seminar proposal telah kujalani, kini tahap selanjutnya adalah merevisi proposal.Semula targetku adalah bisa mengikuti wisuda pada bulan desember 2009, namun karena beberapa ada hal target itu tidak bisa terpenuhi.
Hari demi hari aku berjuang keras demi skripsi itu. Semester 9 adalah semester akhir, angka sembilan adalah angka keramat, angka terbanyak di antara angka-angka lain, oleh karenanya dalam semester 9 itu aku harus mencurahkan segala daya upayaku untuk menyelesaikan tugas akhir.
Baris demi baris ku kerjakan karya itu, paragraf demi paragraf ku susun, bab demi bab ku selesaikan dengan bertemankan laptop imut yang setia menemaniku. Laptop imut yang belum lama kubeli dari sebuah pameran. Kupaksakan membelinya sebab lapatop saat itu sudah menjadi kebutuhan primer mahasiswa. Dengan sebagian uang hasil beasiswa yang ku peroleh dan ditambah dengan gaji dari orang tuaku, akhirnya laptop itu berhasil ku beli. hingga akhirnya aku sampai pada bab kesimpulan. Selesai sudah karya ilmiah itu. Saatnya aku menemui dosen pembimbingku untuk melakukan bimbingan.
Pada bimbingan pertama, masih banyak kesalahan-kesalahan dari skripsiku. Kesalahan-kesalahan itu lebih banyak pada persoalan teknis, seperti teknis penulisan tanda baca, transliterasi dan lain-lain. Tanpa pikir panjang lagi, aku pun segera melakukan revisi.
Setelah melakukan beberapa kali bimbingan pada para pembimbingku, terutama pada pak Fuad Zein yang terkenal sulit dalam memberikan bimbingan, akhirnya skripsiku mendapat ACC untuk dmunaqosyahkan.
Saat itu, aku begitu senang. Tinggal selangkah lagi aku akan diwisuda dan meraih gelar sarjana.
Tibalah hari yang mendebarkan. Hari di mana aku harus mempertanggung jawabkan skripsiku di hadapan para dewan penguji. Berbagai pertanyaan terlontar dari mulut para pendekar-pendekar intelektual itu. Pertanyaan-pertanyaan yang membuat aku terpojok. Aku pun tak mau kalah, dengan agak “sok tau” ku jawab pertanyaan demi pertanyaan itu dengan baik, yang tentu saja “baik” menurutku. Setelah hampir 2 jam, akhirnya sidang munaqosyah itu berakhir. Aku pun dipersilahkan keluar sebentar untuk memberikan kesempatan para dewan penguji itu untuk berdiskusi dan memberikan nilai karya berhargaku itu.
Tak berapa lama kemudian, aku dipanggil masuk kembali. Aku bersiap menerima nilai hasil sidang munaqosyahku. Dengan seksama ku dengarkan kata-kata yang terucap dari pak ketua sidang, “setelah melakukan diskusi dengan para bapak penguji, kami sepakat memberi nilai “A” pada anda!”, Mendengar kabar itu, kebahagiaanku semakin bertambah. Nilai A adalah nilai tertinggi. Nilai yang diidam-idamkan para mahasiswa sepertiku.
Alhamdulillah, tuntas sudah skripsiku. Tuntas dan lulus dengan hasil yang bagiku ckup memuaskan, walaupun tidak tepat waktu. Ya, untuk bisa meraih gelar sarjana, aku menyelesaikannya cukup lama, 9 semester. Aku selalu berapologi bahwa sebab ketidak tepatan waktu studiku itu dikarenakan aku tinggal di pondok. Aku harus ngaji diniyah dan menyelesaikan tugas akhir pondok berbentuk risalah semacam skripsi berbahasa arab. Kondisi inilah yang kemudian yang selalu kujadikan kambing hitam, padahal alasan demikian tidak begitu logis. Seharusnya kegiatan dan tugas pondok tidak menjadi penghalangku dalam menyelesaikan skripsiku jika aku mampu mengatur waktu dan tidak malas.
Hari penting berikutnya yang selalu kunanti adalah hari peresmianku jadi seorang sarjana. Tepat pada tanggal 10 april 2010 aku diwisuda. Lengkap sudah kebahagiaanku dengan hadirnya orang tua dan saudara-saudaraku. M. ALIM KHOIRI S.H.I, Itulah nama lengkapku sekarang dengan tambahan S.H.I. Mudah-mudahan Tuhan selalu memberi ridho dan manfaat pada ilmu yang kuperoleh. Istajib Dua’ana….,,,…..,,,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar