ROK MINI
Sore itu, saya bersama salah seorang teman senasib sekaligus
seperjuangan semi sengaja menginjakkan kaki di salah satu pusat perbelanjaan
terbesar di kota Malang. Saya sebut semi sengaja, karena sebenarnya saya dan
teman tidak hendak menjadikan Mall tersebut sebagai tujuan utama. Sejatinya,
saat itu saya sekedar ingin jalan-jalan saja, tanpa ada tujuan pasti. Saya
hanya ingin refreshing, menghilangkan berbagai macam jenis kejenuhan yang berlabuh
dalam otak. Ya, hanya itu saja, tak lebih. Tetapi ternyata, kebetulan ‘kuda
besi’ yang saya kendarai –ndilalahnya-ingin diparkirkan di belakang Mall itu,
saya pun menuruti kemauannya lantaran saya juga ‘sedikit’ punya keinginan yang
sama. Maka, jadilah saya, teman dan ‘kaki kuda besi’ itu sama-sama menginjakkan
kaki di Mall.
Seperti
biasa, setibanya di sana saya disuguhi berbagai macam pemandangan-pemandangan
yang ‘menyegarkan’ mata. Saya melihat lalu lalang orang, lengkap dengan
kesibukannya masing-masing. Ada yang berjalan sendiri tanpa didampingi
pasangan, ada yang berdua sambil bergandeng tangan -entah dengan teman, pacar
atau saudaranya- yang jelas mereka bergandeng tangan, ada yang berkelompok dan
ada juga yang melangkahkan kaki berdua tetapi tak saling bergandeng tangan. Ya
maklum saja, mereka berdua kan sesame jenis. Bisa dibayangkan jika kemudian
mereka berdua bergandeng tangan, maka publik akan melihat aneh dan berpikiran
yang tidak-tidak.
Yang
paling menyita perhatian saya saat itu adalah gaya berpakaian mereka. Tentu saja,
yang saya maksud di sini adalah gaya berpakaian gadis-gadis mall, bukan pakaian
bapak-bapak atau mas-mas. Entah kenapa gaya berpakaian bapak-bapak kurang
menarik di mata saya. Barangkali karena saya juga seorang laki-laki sehingga
naluri kelelakian saya pun tanpa sadar muncul. Jujur saja, saya masih sangat
sulit untuk “ghadl al-Bashr”
(menundukkan pandangan) atau sekedar menutup mata kala berpapasan dengan sekian
banyak wanita-wanita itu, meski sebenarnya agama saya ‘menuntut’ itu. Hati
kecil saya bilang bahwa Tuhan akan memaafkan saya akibat ketidakmampuan “ghadl
al-Bashr” dalam kondisi tersebut. Saya tak bisa membayangkan bila saya berjalan
terus sambil menunduk kemudian menabrak setiap orang yang ada di depan saya
atau saya tutupi kedua mata lalu berjalan dengan tertatih tatih bak orang buta.
Sampai di sini saya berkeyakinan bahwa apa yang saya alami ini masuk dalam
kategori “umum al-Balwa” yang -katanya- merupakan kesulitan2 umum di mana
sangat sulit untuk dihindari. Dalam kondisi demikian, hemat saya Tuhan akan
memakluminya. Permasalahan akan menjadi beda bila saya menikmati
pemandangan-pemandangan tersebut dengan penuh nafsu, maka saya tak yakin bila
Tuhan tak ‘memarahi’ saya.
Sepintas,
saya melihat begitu banyak gaya berpakaian gadis-gadis itu. Ada yang berbusana
muslim lengkap dengan jilbab standarnya, ada yang berjilbab mini dan berkaos
sangat ketat, Ada yang tak berjilbab dengan pakaian longgar dan biasa-biasa
saja, ada yang tak berjilbab, berkaos ketat dengan kombinasi celana jins yang
juga sangat ketat, bahkan ada juga yang berpakaian sangat ketat dengan
kombinasi rok yang sangat mini. Saya tak begitu tahu alasan gadis-gadis itu
memilih pakaiannya. Bisa jadi yang berjilbab itu ingin mematuhi ajaran agamanya
atau boleh jadi juga yang pakai kaos ketat dan rok sangat mini itu ingin
terlihat seksi dan modis.
Di sini
saya tak hendak mempermasalahkan mereka yang telah berpakaian secara ‘normal’,
saya hanya sedikit merasa ada yang tak beres saja dengan wanita-wanita ber-rok
mini itu sehingga saya merasa perlu menulis catatan ini. Meski mereka berdalih
bahwa apa yang dilakukannya itu sekedar ingin tampil modis dan seksi. Mereka
merasa nyaman dengan itu, tetapi yang perlu diingat adalah bahwa apa yang
dirasa nyaman bagi dirinya tak lantas membuat nyaman pula bagi yang lain. Masih
‘mending’ kalau yang ber-rok mini itu cantik dan semok, lah apa jadinya bila
yang ber-rok mini itu parasnya di bawah standar dengan kombinasi tubuh yang
sangat tidak ideal, maka justru pemandangan seperti ini akan makin membuat lelaki
tak nyaman.
Saya teringat
dengan ucapan seseorang yang mengatakan bahwa mereka yang ber rok mini ini
sebenarnya ingin diperkosa. Saya sangat setuju dengan itu. Makin maraknya kasus
perkosaan saat ini sebenarnya tak mutlak menjadi kesalahan sang pelaku. Korban
pun seharusnya ikut menanggung kesalahan itu. Dalam hal ini korban sangat
ceroboh dan gegabah dengan berpakaian yang bagi saya tak normal itu. Tak dapat
dipungkiri, bahwa sesungguhnya pemicu utama munculnya aksi pemerkosaan adalah
akibat bergeloranya nafsu syahwat sang pelaku. Nah, Nafsu syahwat itu tak akan
muncul bila tak ada yang membangkitkannya. Tanpa sadar, gadis-gadis itu telah
membangkitkan nafsu syahwat pemerkosa, sehingga terjadilah hal-hal yang
sebetulnya ‘diinginkan’, mulai dari pelecehan seksual sampai pada kasus
pemerkosaan. Akhirnya, silahkan ber-rok mini lalu bersiaplah untuk diperkosa.
(Wallah a’lam).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar